top of page
Writer's pictureAryanti Kharidah Mumtaz

Pelaut yang Tak Pernah Gagal


Hari itu, kapalnya akan kembali melaut lepas.

Dengan seragam kebanggaannya, ia berjalan masuk ke dalam kapal, mengecek sekali lagi. Kapalnya adalah kapal terbaik. Tidak ada orang lain di dunia ini yang mempunyai kapal serupa dengannya, dan ia menyayangi kapalnya dengan sepenuh hati. Saat dinding kapal retak sedikit, ia perbaiki dengan cepat. Saat warna kapal usang sedikit, ia cat ulang. Seseorang pernah berkata, “Lakukan yang terbaik untuk kapalmu!”

Seluruh kru sudah berkumpul. Ada begitu banyak kru yang selalu setia dengannya. Dimulai dari pengalamannya, keberhasilannya, kegagalannya, rasa sayang keluarganya, dan semua yang ia punya.

“Bagaimana perkiraan cuaca?”

“Diperkirakan hujan lebat dan badai kencang, Kapten. Kita tetap lanjut atau menunggu, Kapten?” Kegagalan bertanya.

“Lanjut. Mari kita taklukan kenyataan lagi, Kawan.” Sang kapten tersenyum penuh arti.

“Bagaimana kalau kita tidak berhasil, Kapten?” Kegagalan kembali bertanya.

Sang kapten memegang pundaknya. “Kau juga menanyakan hal yang sama satu tahun lalu. Namun lihatlah? Kita berada di sini.”

“Kita pernah gagal, Kapten.”

“Kita harus pernah gagal, Kawan. Jika tidak, kapalku tidak akan sebesar ini dan aku tidak akan punya kalian di sini.”

“Aye! Aye!”


***


“Apa kau gagal saat itu, Kakek?”

“Tentu saja, Nak.”

“Tapi orang-orang bilang kau adalah pelaut yang tak kenal gagal.”

“Mereka tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi di tengah laut, Nak. Semua orang pasti mengenal keberhasilan, tetapi jarang yang mengenal kegagalan.”

“Lalu bagaimana kau mengatasinya?”

“Mengatasi? Kegagalan terjadi untuk dihadapi, Nak. Jika kau gagal, itu berarti kau berhasil, berhasil untuk mendapatkan pengalaman. Lihatlah, bahkan kegagalan memberikanmu keberhasilan. Nah, sayangnya kita tidak bisa berbicara lebih lama lagi, kau harus segera berangkat. Ada guru terbaik yang perlu kau jemput.”

“Apa guru terbaik itu menyebalkan?”

Pria tua itu tertawa. “Sangat menyebalkan. Mungkin kau akan mengeluarkan banyak sumpah serapah padanya. Namun kupastikan kau akan berterima kasih padanya nanti. Baik, sekarang kau benar-benar harus pergi, Nak.”

Pria remaja itu mengangguk. Ia melangkah menaiki kapal. Tidak berselang lama, jangkar dinaikkan, kapalnya berlayar. Lambaian-lambaian tangan mengiringi kepergiannya.

Oy! Pelaut yang Tak Pernah Gagal! Itu tadi cucumu?” Teman sesama pelautnya menyapa.

Pria tua itu mengangguk.

“Kulihat dia akan menjadi ‘Pelaut yang Tak Pernah Gagal’ kedua setelahmu, Sobat.”

Ia tertawa sambil menggeleng. “Oh tidak, tidak. Dia akan menjadi Pelaut yang Tak Takut Gagal, Kawan.”

“Itu berarti ia akan gagal?”

Pelaut tua itu tertawa.

“Bagaimana tidak, Kawan? Ia akan diajari langsung oleh kehidupan.”


19 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page