top of page

Di Kala Matahari Terbenam



Detik demi detik terus berlalu, tetapi wanita itu enggan beranjak dari tempat duduknya. Matahari yang sedari tadi bersinar perlahan-lahan menghilang. Wanita itu menghela napas, entah berapa kali kegiatan tersebut dilakukannya. Jemari-jemari yang terus menari diatas laptopnya seakan menahannya untuk tidak beranjak. Jam telah menunjukan pukul 18.00, wanita tersebut kemudian menutup laptopnya seraya memasukkannya ke dalam tas yang telah dibawanya. Wanita itu pun berdiri dari duduknya kemudian terdiam sebentar seraya mengetikkan sesuatu dilayar ponselnya.


Aku pulang telat.

Jangan tunggu aku, makan dulu saja.


Kira-kira begitulah isi pesan yang wanita itu tuliskan. Selesai mengirim pesan singkat, wanita itu segera melangkahkan kakinya untuk keluar dari gedung tempatnya bekerja. Hiruk-pikuk ibu kota seolah menjadi pemandangan yang biasa saja bagi wanita itu. Macetnya ibu kota seakan penghibur di kala desakkan tugas yang meminta untuk segera diselesaikan. Wanita itu merasa bahwa kemacetan dapat memberikannya ruang untuk sedikit bernapas. Bus yang dinaiki wanita itu akhirnya tiba di halte tujuan setelah kurang lebih satu setengah jam.

Ponsel wanita itu berbunyi menandakan ada satu panggilan untuknya. Kemudian wanita tersebut menjawabnya, “Aku baru sampai halte,” ucapnya.

Seraya menjawab telepon tersebut wanita itu melanjutkan langkahnya.

“Aku masih jauh dari rumah. Bilang sama dia buat jangan tunggu aku,” sahutnya lagi.

Kemudian, wanita tersebut menjauhkan ponselnya dari telinga sambil memainkannya seperti hendak memesan sesuatu. Benar saja, tak lama kemudian satu sepeda motor menghampirinya. Ternyata wanita tersebut memesan sebuah ojek online.

“Aku baru mau naik ojek. Belum tentu satu jam aku sampai sana. Iya, aku tutup,” jawabnya seraya memasukan ponselnya kembali ke dalam tas. Setelah itu, wanita tersebut bergegas untuk mengenakan pelindung kepala yang diberikan oleh pengemudi ojek online. Kemudian, keduanya segera melaju ke tempat tujuan.

“Baru pulang kerja, Bu?” sapa pengemudi ojek itu. Wanita itu kemudian menjawab “Iya, Pak. Baru pulang,” pengemudi tersebut mengangguk. “Susah ya, Bu. Tinggal di ibu kota kaya gini. Semua serba cepat, kalau lambat sedikit aja ketinggalan,”ucap pengemudi itu.

Wanita itu tersenyum tipis. Matanya yang sedari tadi melihat sekitar perlahan terlihat kosong seperti tengah memikirkan sesuatu. “Namanya juga hidup ya, Pak. Harus ada perjuangan di dalamnya,” ucap wanita itu.

“Iya, Bu. Di dunia ini emang nggak ada yang mudah. Semua perlu perjuangan buat didapatkan. Bahkan untuk sekedar minum air mineral saja perlu usaha untuk membelinya,” sahut pengemudi itu. “Iya, benar,” jawab wanita itu kemudian terdiam.

“Saya punya istri dan dua anak yang masih kecil-kecil. Berasa banget susahnya buat menuhin kebutuhan rumah tangga,” kata pengemudi tersebut.

Wanita tersebut mengalihkan pandangannya dan memandang ke depan.

“Kalau dipikirin semua itu pasti nggak akan pernah cukup. Saya dan suami sama-sama bekerja saja masih selalu merasa kurang dalam beberapa hal. Meskipun saya dan suami cukup dalam hal finansial, tapi kami kekurangan waktu dalam hal kebersamaan. Lagi-lagi hidup itu pilihan dan setiap pilihan pasti memerlukan pengorbanan dalam prosesnya. Jadi, ya mau nggak mau harus dijalani apa yang sudah dipilih karena cuma dengan begitu kita dapat mensyukuri hidup,” sahut wanita itu seraya melihat ponselnya. Di dalam ponsel tersebut terlihat foto seorang gadis yang tengah memamerkan nasinya.


Bunda aku udah makan, cepat pulang.

20 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page