Rasa marah adalah emosi yang pernah dirasakan oleh semua orang dalam keseharian kita. Sahabat Setura mungkin mengenal amarah itu identik dengan konotasi negatif dan agresif. Namun, kenyataannya rasa marah tidak hanya negatif saja, bahkan sebenarnya amarah bisa menjadi hal yang positif juga. Bagaimana amarah mempengaruhi kita tergantung dengan bagaimana kita menempatkannya dalam hidup kita karena pada dasarnya rasa marah adalah menggejolaknya emosi yang terjadi karena ada sesuatu yang mengganggu atau tidak sesuai dengan keinginan kita. Nah, bagaimana cara agar pergolakan emosi tersebut bisa menjadi hal yang positif? Apakah kita ingin membiarkan amarah mengendalikan kita? Atau mau dipendam dan dibiarkan dalam diri kita? Apa yang bisa dilakukan agar rasa marah bisa diekspresikan dengan sehat?
Pada umumnya, seseorang mengekspresikan amarah dengan 2 dua cara, yaitu dengan meledakkannya dan memendam amarah tersebut. Saat seseorang membiarkan amarahnya mengendalikannya dan meledak, mereka menjadi agresif atau bahkan menyakiti diri sendiri dan orang lain. Di sisi lain, orang yang memendam amarahnya memilih menyembunyikannya atau menyangkal rasa marah tersebut sehingga mereka sering kehilangan suara dan menginternalisasikan amarahnya pada badannya sendiri. Kedua cara tersebut dapat berdampak negatif. Tidak jarang ada hubungan yang renggang atau hati yang tersakiti akibat ledakan rasa amarah yang tidak terkendali. Namun, tidak jarang pula rasa amarah yang dipendam tumbuh membawa dampak buruk kepada diri kita seperti stres, gangguan tidur, depresi, dan bahkan sampai penyakit jantung. Namunq saat amarah diekspresikan secara terkendali, ada dampak dan hikmah positif yang bisa kita ambil.
Rasa marah itu ada pada dalam diri kita untuk melindungi kita, baik dari ancaman fisik maupun mental. Melalui rasa marah, kita bisa mengatasi dan membantu pulih dari kejadian buruk atau trauma yang menyakitkan. Selain itu, rasa marah ada untuk membantu kita mengenali diri kita lebih baik. Kita dapat mengenali kepercayaan, batasan, nilai, kebanggaan, ketakutan, dan hal-hal lain tentang diri kita yang tersembunyi melalui amarah. Jika kita merasa marah saat ada seseorang yang merendahkan suatu hal tertentu, maka mungkin tanpa disadari suatu hal tersebut memiliki makna bagi kita karena kita bisa merasa terganggu atau terancam oleh tindakan tersebut sehina menjadi marah. Saat kita mengambil hikmah dari amarah kita, rasa tersebut juga bisa mendorong dan memotivasi kita untuk fokus dalam memperbaiki diri. Saat kita gagal mencapai suatu hal yang kita inginkan, rasa marah datang untuk membantu menyadarkan kesalahan kita dan apa yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Karena amarah yang kita rasakan, kita lebih fokus dengan apa yang sebenarnya bisa dicapai ketimbang apa yang mustahil.
Kita bisa mengekspresikan rasa marah secara sehat dengan strategi mindfulness. Mindfulness adalah salah teknik memperhatikan diri dengan kebaikan dan keingintahuan. Salah satu cara mindfulness yang pertama yang bisa dilakukan oleh kita untuk mengendalikan amarah adalah dengan bernafas. Memang terkesan sederhana dan mudah, tetapi kadang kita lupa. Menarik nafas panjang membantu badan kita untuk kembali tenang saat sedang marah karena dengan mengambil nafas panjang, saraf-saraf di tubuh kita menjadi lebih santai dalam menanggapi rasa marah. Setelah mengambil nafas panjang, validasi perasaan yang dirasakan dan menyebutnya tanpa ada rasa menghakimi. Saat kita marah, kita suarakan “Aku sedang marah karena…”. Ini membantu dalam menenangkan badan yang tegang dan otak yang sedang tidak rasional. Saat marah, penting untuk kita menenangkan diri dulu sebelum melakukan hal yang lain. Setelah menyuarakan rasa marah, kita dengarkan diri kita dan kenali lebih lanjut rasa tersebut. Karena rasa marah yang kita rasakan berasal dari diri kita sendiri jadi tanpa disadari kita bisa mengenal rasa marah itu.
Seluruh rasa dan emosi yang dirasakan manusia pantas diekspresikan dalam momen-momennya tersendiri. Termasuk rasa marah. Namun dalam mengekspresikannya, kita perlu mengendalikan rasa marah kita dan jangan sampai kita jadi yang dikendalikan oleh rasa marah tersebut. Karena saat amarah yang memegang kendali, kita tidak pernah tau apa yang bisa kita perbuat atau katakan yang akan disesali kemudian. Alangkah baiknya jika kita bisa mengalihkan amarah tersebut menjadi media untuk lebih mengenali dan memperbaiki diri.
Referensi:
Commentaires